Fakta Menarik Film Pengkhianatan G30S/PKI

Aksarabrita.com // Setiap 30 September, publik selalu kembali memperbincangkan film Pengkhianatan G30S/PKI. Sutradara Arifin C Noer menggarap film ini pada masa pemerintahan Orde Baru dan menayangkannya perdana pada 1984 di layar tancap Jakarta. Setahun kemudian, tepat pada 30 September 1985, TVRI menayangkan film tersebut secara nasional.

Film bergenre dokumenter-drama berdurasi 3 jam 40 menit ini menampilkan detail tragedi penculikan dan pembunuhan sejumlah petinggi militer Indonesia. Perum Produksi Film Nasional (PPFN) memproduksi film dengan produser Brigjen Gufran Dwipayana, staf Presiden Soeharto kala itu.

Cerita film bersumber dari buku Tragedi Nasional Percobaan Kup G 30 S/PKI di Indonesia karya Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh. Pemerintah menjadikan buku tersebut sebagai versi resmi mengenai peristiwa G30S.

Beberapa aktor yang membintangi film ini antara lain: Bram Adrianto, Amoroso Katamsi, Umar Kayam, dan Syubah Asa. Mereka menghadirkan nuansa politik Indonesia tahun 1965 secara dramatis dan otentik.

Proses produksi berlangsung selama dua tahun dengan biaya sekitar Rp800 juta, jumlah yang tergolong besar pada masa itu. Brigjen Gufran Dwipayana menegaskan bahwa ia membuat film ini untuk mendidik generasi muda agar menjauhi komunisme.

Film tersebut mencatat kesuksesan besar dengan meraih 699.282 penonton di DKI Jakarta sepanjang 1984. Jumlah itu melampaui film horor populer Nyi Blorong yang hanya meraih 354.790 penonton pada 1982.

Namun, sejak era Reformasi 1998, pemerintah tidak lagi mewajibkan penayangan film ini tiap tahun. Departemen Penerangan menilai film terlalu sering muncul, sedangkan Menteri Penerangan Muhammad Yunus menegaskan film itu tidak sejalan dengan semangat reformasi.

Film Pengkhianatan G30S/PKI menuai perdebatan di kalangan sejarawan dan masyarakat. Bonnie Triyana menilai film lebih berfungsi sebagai propaganda Orde Baru daripada representasi sejarah. Ia juga menyoroti adegan penyiksaan tujuh jenderal yang, menurut hasil visum, tidak sesuai fakta sejarah.

Film membuka cerita dengan menggambarkan suasana politik Indonesia tahun 1965 yang penuh intrik. Narasi menunjukkan PKI sebagai pihak yang merencanakan kudeta. Adegan berlanjut pada penculikan jenderal, kekacauan malam 30 September, hingga penemuan jenazah di Lubang Buaya.

Klimaks film memperlihatkan operasi militer yang menurut narasi berhasil menumpas pemberontakan. Meski penuh tragedi, film tetap menyelipkan pesan tentang pentingnya menjaga keutuhan bangsa dan menjauhi ideologi yang dianggap berbahaya.

Shares