Hakim Tolak Praperadilan, Nadiem Makarim Sah Jadi TersangkaHakim Tolak Praperadilan, Nadiem Makarim Sah Jadi Tersangka. Dok JawaPos

Jakarta, Luhah.com // Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak praperadilan Nadiem Makarim. Kejaksaan Agung dinyatakan sah menetapkan mantan Mendikbudristek itu sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,3 triliun (13/10/2025)

“Menolak permohonan praperadilan pemohon,” tegas Hakim I Ketut Darpawan saat membacakan putusan di ruang sidang Oemar Seno Adji, PN Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025).

Hakim menjelaskan bahwa Kejagung mengantongi bukti yang sah secara hukum. Penyidik menjalankan proses secara sah, mengacu pada hukum acara pidana, dan mengumpulkan bukti untuk menemukan tersangka.

Tim kuasa hukum Nadiem Makarim yang dipimpin Hotman Paris menolak penetapan tersangka. Hotman membacakan permohonan praperadilan di PN Jakarta Selatan pada Jumat (3/10/2025) dan menyebut Kejagung tidak memiliki bukti yang sah.

“Surat penetapan tersangka Nomor TAP-63/F.2/Fd.2/09/2025 tertanggal 4 September 2025 atas nama Nadiem Makarim tidak sah dan tidak mengikat,” kata Hotman.

Tim hukum membawa hasil audit dari BPKP dan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek. Hasil audit menyatakan bahwa proyek pengadaan laptop Chromebook pada 2019–2022 tidak menimbulkan kerugian negara. Selain itu, laporan keuangan Kemendikbudristek selama empat tahun berturut-turut (2019–2022) mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Hotman menegaskan bahwa Kejagung tidak menunjukkan hasil audit kerugian negara yang bersifat nyata (actual loss) dari BPKP. Menurutnya, hasil audit tersebut wajib muncul sebagai syarat sah penetapan tersangka berdasarkan Pasal 184 KUHAP dan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014.

Kejagung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek Digitalisasi Pendidikan 2019–2022. Proyek ini mencakup pengadaan 1,2 juta unit laptop dengan sistem operasi Chromebook, dan pemerintah mengalokasikan anggaran hingga Rp 9,3 triliun.

Penyidik menemukan banyak sekolah di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) tidak bisa memanfaatkan laptop tersebut secara optimal karena keterbatasan akses internet. Selain itu, Kejagung menghitung kerugian negara mencapai Rp 1,98 triliun.

(Run)

Shares